Kita Ibarat Air

Oleh Yon's Revolta

Di kaki Gunung Slamet yang dingin, suatu malam saya berbincang dengan teman-teman sesama pegiat masjid kampus. Biasanya kami lebih suka bicara tentang perkembangan politik terbaru, tapi kali ini temanya agak berbeda. Kami berbicara tentang air, kok air, apa yang menarik darinya…? Mari kita sama-sama menggalinya.

Kita ini tak ubahnya ibarat air. Dia mengalir dengan lincahnya. Jangan coba-coba diam karena akan menggenang sehingga bisa memunculkan bau tak sedap dan mengundang berbagai macam penyakit. Begitulah kita, apalagi yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim. Kita dituntut untuk senantiasa bergerak. Tentu saja bergerak di sini bukan hanya mengejar obsesi diri sendiri semata.

Tapi, memikirkan dan berbuat untuk orang lain itu perlu seperti kata Sayyid Qutb, seorang pemikir muslim dari Mesir, beliau pernah berkata, ”Siapa yang hanya memikirkan dirinya sendiri, dia akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil, tapi, siapa yang mau memikirkan orang lain, dia akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”

Di sinilah keberadaan kita di dunia ini mempunyai makna. Sungguh malang ketika ada atau tidaknya kita itu tidak mempunyai makna dan pengaruh sama sekali terhadap masyarakat sekitar kita. Atau bahkan, justru keberadaan kita tidak diinginkan orang karena ketika kita hadir justru menjadi biang kerok dan pembuat masalah. Jika kondisi ini menimpa kita, duh, betapa tidak ada harganya kita di mata orang lain.

Untuk itulah, keberadaan kita sesungguhnya di dunia ini adalah sejauh mana kita bisa berbuat bagi orang lain, karena inilah rahasia pribadi unggul manusia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Pertanyaannya, apakah kita lebih sering memberikan manfaat bagi orang lain, pemberi solusi atas berbagai masalah, atau sebaliknya, tukang pembuat masalah dan pemerkeruh suasana? Ingat bahwa air bisa memberikan kesejukan, tapi juga bisa memunculkan banjir bandang.

Kemudian, kita juga bisa mengamati bahwa air itu selalu menuju ke tempat tertentu. Kita pun begitu, kehidupan kita harus mempunyai orientasi yang jelas, tujuan hidup yang jelas, tak sekedar mengalir begitu saja. Dalam hal ini, persoalan waktu menjadi penting karena orang besar, waktunya adalah sebuah sejarah tersendiri. Kita semestinya pandai memanfaatkan waktu, bukan agar menjadi orang besar, tapi agar kita bisa banyak berbuat untuk sesama untuk sebuah manfaat. Untuk itulah, kita perlu merenung ulang tentang kebiasaan yang masih kita lakukan.

Berapa banyak waktu yang terbuang untuk menonton televisi, jalan-jalan ke mall atau bersenang-senang menikmati massa muda. Sementara, seperti kata Hasan Al-Banna ”Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia”. Masihkan kita akan bermalas-malasan, sementara kita sering terlalu berbangga diri dengan identitas sebagai seorang muslim padahal jarang berjuang menyeru kebaikan apalagi mencegah kemungkaran. Duh, betapa malunya kita kepada Allah SWT ketika kita mengaku pejuang sejati.

***

Tak hanya sekedar itu, air ternyata juga mempunyai folosofi yang mendalam. Ketika ditahan atau dihambat dia akan terus mencari jalan lain, jalan keluarnya. Semasa dihambat itu, kekuatan air juga semakin besar. Lihat saja, misalnya ketika air dibendung, setelahnya akan menghasilkan energi yang besar. Inilah rahasia besar air yang kadang tidak kita sadari. Di dalam kehidupan keseharian kita, barangkali banyak persoalan atau bahkan konflik yang kita rasakan. Banyak orang yang memandang remeh cita-cita dan obsesi kita.

Namun, ketika kita berpikir positif atas berbagai onak dan duri yang melanda itu terkadang justru membuat kita semakin dewasa untuk menjalani kehidupan di kemudian hari. Syaratnya, tak usahlah terlalu banyak berkeluh kesah. Yang terpenting adalah tetaplah tegak berdiri, bergerak menyongsong obesesi-obsesi kita, Insyallah ketika kerja keras sudah kita lakukan, Allah pasti akan membalas dengan hasil kebaikan yang memuaskan bagi kita. Masalah hidup akan senantiasa ada, tinggal bagaimana kita mensikapinya. Dengan keluh kesah semata, atau bijaksana menghadapinya.

Subhanallah, semoga setelah menuliskan ini saya akan tetap tegar menghadapi variasi seni kehidupan ini. Dan, tentu saja, saya berharap, setelah membaca goresan sederhana ini, Anda juga akan mempunyai semangat hidup yang lebih baik lagi. Salam cinta dan perjuangan…!

......Teruntuk semua aktivis masjid kampus di Indonesia. freelance_corp (at) yahoo.com

Label:

Karena Waktu Tak Akan Kembali

Oleh Srirochmat Gilangtresna

Kotak bentou itu terlihat bersih. Secawan spaghetti, sepotong ika furai dan secawan salad brokoli, nampak tak bersisa. Hanya cawan-cawan kertas dengan sedikit lumuran minyak yang tertinggal di sana.

Hari ini adalah obentou no hi, hari di mana setiap anak diharuskan membawa bekal makan siang dari rumah. Ada dua kali obentou no hi dalam seminggu. Di hari lainnya anak-anak akan mendapat jatah makan siang dari sekolah. Tapi jadwal itu tidak berlaku bagi si Buyung. Karena baginya setiap hari adalah obentou no hi.

Setahun silam, saat aku dan suami mendaftarkan si Buyung ke youchien itu, urusan makan siang menjadi hal penting yang harus dibicarakan dengan pihak sekolah. Mengingat hanya si Buyung satu-satunya anak muslim yang mendaftar di saat itu.

“Hhmm… kalau begitu, untuk makan siang boleh membawa bekal sendiri dari rumah. Karena kebanyakan menu yang disajikan koki sekolah mengandung bahan yang tak bisa dikonsumsi oleh orang muslim,” ujar Kepala Sekolah setelah mendengar penjelasan kami tentang bahan makanan tertentu yang tak bisa kami konsumsi.

“Tapi tidak menutup kemungkinan bila ingin memesan dari sekolah, dengan konsekuensi membawa makanan pengganti ketika menu yang disajikan mengandung bahan yang tak bisa dimakan,” pria setengah baya yang rambutnya sudah memutih itu melanjutkan ucapannya dengan nada ramah.

Pilihan pun jatuh pada alternatif pertama. Dan itu berarti sederet menu serta setumpuk resep tambahan bagiku. Tak terlalu sulit sebenarnya, karena setiap akhir bulan pihak sekolah akan memberikan daftar menu kepada semua siswa. Di sana tertulis masakan apa saja yang akan dijadikan sajian makan siang di bulan berikutnya. Ini jelas membantuku dalam menyiapkan bekal untuk si Buyung. Meski tak selalu sama persis, tapi aku berusaha untuk membuat masakan seperti yang tercantum dalam daftar menu dari sekolah. Beruntung, bocah empat tahun itu tak pernah protes atas ketidakmiripan hasil olahan Bunda dengan olahan koki sekolah. Meski belum sepenuhnya memahami, tapi setidaknya ia tahu ada bahan makanan tertentu yang tak boleh dinikmatinya.

“Ngapain sih Jeng, capek-capek bikin bentou tiap hari? Mendingan pesan dari sekolah. Selain praktis, kandungan gizinya pun terjamin,” komentar seorang teman.

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku memang bukan ahli gizi yang mahir menghitung kadar gizi dari setiap porsi masakan. Tapi rasa-rasanya setiap orang bisa belajar untuk menyajikan menu yang seimbang kandungan gizinya.

“Sudah begitu kita hanya membawa makanan pengganti bila dibutuhkan. Kalau memang keberatan, kan nggak harus bawa. Toh menu yang disajikan pihak sekolah sudah beraneka macam,” lanjutnya.

Aku tak hendak bersilat lidah dengannya, cukup kukatakan bahwa aku tak merasa direpotkan dengan urusan bentou si Buyung. Ya, aku menikmatinya. Karena aku tahu waktu tak bisa berjalan mundur. Si Buyung akan tumbuh semakin besar seiring dengan bergulirnya waktu. Dan tak akan ada pengulangan masa baginya, untuk menjadi anak usia empat tahun dengan sekotak bentou buatan Bunda. Waktu tak akan pernah kembali…

************

“Bunda, ashita no obentou wa nani?”
Kulirik daftar menu yang terpampang di dinding dapur. Ada tertulis butaniku to moyashi no itamemono di deretan menu besok hari.
“Mmm.. bagaimana kalau hoshigata onigiri, gyuuniku to moyashi no itamemono, kroket jagung dan yoghurt strawberry?”
Ung!” lelaki kecil itu mengangguk dengan lengkung pelangi terbalik menghias wajahnya.

Ah… Cinta, masakan Bunda mungkin tak selezat masakan koki di sekolahmu. Tapi, tahukah engkau Nak, selalu ada butiran cinta yang Bunda taburkan di setiap porsi yang tersaji untukmu.

Bumi Sapporo, 05072006
gilang_tresna@yahoo.com

Catatan:
Bentou = bekal makan
Ika furai = cumi goreng dengan balutan tepung panir
Youchien = TK
Ashita no obentou wa nani = bekal untuk besok apa
Butaniku to moyashi no itamemono = sejenis tumis berbahan daging babi dan tauge
Hoshigata onigiri = nasi kepal berbentuk bintang
Gyuuniku to moyashi no itamemono = sejenis tumis berbahan daging sapi dan tauge

Label:

Translator dari Indonesia ke . .

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Indahnya Hikmah dari kehidupan Manusia, sejak dilahirkan hingga dewasa dan akhirnya kembali ke Haribaan ALLAH SWT, bagaikan indahnya kembang jambu, kemudian berproses menjadi buah yang bermanfaat bagi mahluk lainnya. Semoga Keindahan kehidupan kita tidak sirna walaupun kita telah tiada.

Selamat membaca

Blog ini berisi kumpulan artikel OASE IMAN yang pernah dimuat di http://www.eramuslim.com/oase-iman Banyak hal menarik yang dapat kita teladani dari sauri teladan kisah-kisah dan hikmah dibaliknya. Untuk itu maka, arsip tulisan ini terasa sangat sayang jika hanya disimpan di dalam file saja.

Dengan adanya blog ini, Semoga membawa manfaat bersama kepada saudara-saudaraku semua.

Sahabat KembangJambu, ada di. .

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.