Senin, 23 Juli 2012 |
0
komentar
oleh Dadi
M. Hasan Basri
Suatu
ketika, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bersedekah, di surga nanti,
ia akan memiliki seperti yang ia sedekahkan.”
Abu
Dahdah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, aku memiliki dua
kebun. Apabila salah satunya kusedekahkan, apakah kelak aku akan memiliki kebun
seperti itu di surga?’
Rasulullah
SAW menjawab, “Benar.”
Abu
Dahdah kembali bertanya, “Apakah istri (Ummu Dahdah) dan anak-anakku juga akan
bersamaku di surga?”
Rasulullah
SAW menjawab, “Benar.”
Abu
Dahdah pun membulatkan tekadnya untuk menyedekahkan kebunnya yang terbaik.
Sesampainya di kebun itu, ia berjumpa dengan istri dan anak-anaknya. Ia pun
menegaskan kepada mereka, “Aku akan menyedekahkan kebun ini. Dengan begitu, aku
membeli kebun seperti ini di surga. Adapun engkau, istriku, akan bersamaku dan
seluruh anak kita.”
Tiba-tiba
saja meneteslah air mata bahagia dari kedua pelupuk mata istrinya yang beriman
itu.
Istri Abu
Dahdah lalu berkata, “Semoga yang engkau jual dan beli diberkati Allah SWT,
wahai suamiku.”
Istri Abu
Dahdah kemudian segera memanggil anak-anaknya dan meninggalkan kebun itu karena
sudah bukan milik mereka lagi. Akhirnya, kebun itu menjadi milik umat Islam
yang miskin.
Kisah
diatas dikutip oleh al-Kalbi dalam tafsirnya saat menjelaskan surah al-Baqarah
ayat 245,
“Barangsiapa
meminjami Allah dengan pinjamannya yang baik maka Allah melipatgandakan ganti
kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Kisah ini
juga diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib. Kisah ini mengingatkan kita bahwa
apa yang tengah kita genggam sekarang ini, apa yang kita miliki kini, pada
hakikatnya tidaklah memiliki arti apa-apa bila tidak kita infakkan, bila tidak
kita sedekahkan di jalan Allah.
Harta
yang diperhitungkan oleh Allah untuk diberi balasan kenikmatan surga bukanlah
harta yang kita peroleh kemudian kita simpan, melainkan harta yang kita peroleh
dengan jalan yang halal kemudian kita infakkan (nafkahkan) dan kita sedekahkan.
Abu
Dahda, seorang sahabat Nabi, ketika mendengar bahwa sedekah yang kita berikan
akan diganti oleh Allah dengan ganti yang setimpal, bahkan lebih, dengan segera
menginfakkan salah satu dari dua kebunnya, bahkan kebunnya yang terbaik. Ia
berharap Allah akan menggantinya dengan kebun serupa di surga kelak.
Kisah ini
dapat kita jadikan bahan renungan dan cerminan, apakah sudah seperti itu upaya
kita untuk mendapatkan hal yang sepadan di akhirat kelak dengan apa yang kita
infakkan di dunia ini. Apakah infak dan sedekah yang kita keluarkan hanyalah serpihan-serpihan
kecil atau remah-remah dari harta kita yang tidak berarti dan tidak kita
perhitungkan?
Seorang
teman pernah berseloroh, “Bila Anda merasa berat sewaktu berinfak dengan
sepuluh ribu rupiah, tetapi merasa ringan sewaktu berinfak dengan seribu
rupiah, seukuran itu pulalah kualitas Anda. Semakin ringan Anda mengeluarkan
infak dalam jumlah yang semakin besar dalam kemampuan Anda, sebesar itu pulalah
kualitas Anda.”
Dalam
sebuah hadits qudsi, Allah berfirman,“Berikan hartamu maka Aku akan memberi
kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena
itu, jangan ragu-ragu untuk berinfak dan bersedekah. Biarkanlah diri Anda
memberi. Bila Anda melakukannya dengan ikhlas dan kerendahan hati, banyak
berkah Ilahi yang mengalir kepada Anda.
Tujuh
manfaat bersedekah:
1.
membebaskan dari kesulitan,
2.
menyembuhkan penyakit,
3.
memelihara harta benda,
4.
meredakan murka Allah,
5.
menarik cinta kasih manusia,
6.
membuat hati yang keras menjadi lembut, dan
7.
menambah keberkahan usia.
Dalam
sebuah pepatah dikatakan, “Sebaik-baik harta adalah yang kamu infakkan
(sedekahkan) dan sebaik-baik ilmu adalah yang memberimu guna.”
0 komentar:
Posting Komentar