Minggu, 30 September 2012 |
0
komentar
oleh
Ginanjar Cahya Komara
Harapan,
mimpi, atau - yang lebih iritnya - asa. Itulah hal yang mutlak dimiliki oleh
siapa pun yang tidak mau dibilang orang paling miskin. Setidaknya menurut Bapak
Menegpora kita. Rasanya memang aneh jika hidup tanpa punya impian. Terlepas
dari impian jangka pendek atau jangka panjang, besar atau kecil, untuk diri
sendiri atau orang lain, keluarga, bangsa, atau pun dunia. Tapi seberapa besar
dampak impian atau asa terhadap kehidupan seseorang?
Teringat
kisah Qarun dengan hartanya yang melimpah. Awalnya Qarun adalah seorang yang
miskin, namun saleh dan rajin beribadah. Dia merupakan salah satu pengikut Nabi
Musa. Suatu ketika Qarun meminta Nabi Musa untuk mendoakannya agar Allah
memberikan harta yang berlimpah, dengan alasan agar dia dapat lebih khusyu
beribadah. Singkat cerita, Qarun dianugerahi harta yang banyak dan berlimpah.
Apa yang terjadi? Bukannya bertambah saleh dan rajin beribadah, Qarun malah
sombong dan semakin menjauh dari Allah. Tidak mau Qarun mengeluarkan zakat,
terhadap Nabi Musa pun sudah semakin menentang. Akhir cerita, Qarun lenyap
ditelan bumi lengkap bersama hartanya yang berlimpah.
Di
belahan bumi lain pada waktu yang berbeda, ada sepasang suami istri yang baru
saja merajut indahnya pernikahan. Mereka berdua saling mencintai, seolah tak
mau berpisah barang sedetik pun. Hari-hari dilalui bagai sepasang kekasih yang
memadu cinta dengan kegembiraan, canda tawa, kemesraan, dan kehangatan. Obrolan
serta perencanaan seputar anak tak pernah lepas menjadi buah bibir keduanya,
yang semakin lama semakin menguatkan cinta diantara mereka. Mereka sangat
mendambakan kehadiran buah hati mereka yang pertama, kedua, dan seterusnya.
Setiap
hari sang suami selalu membopong sang istri di tangannya, membawanya dari kamar
ke pintu depan rumah, mencium keningnya, sebelum akhirnya bertolak mencari
nafkah. Menjelang senja sang istri selalu setia menanti kepulangan sang suami
di ruang tamu, seolah sang suami sudah tak pulang berbulan-bulan. Hari berganti
hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tak terasa sudah 11 tahun
mereka menikah. Kehidupan mereka telah berubah menjadi semakin mapan, dengan
rumah dan mobil mewah. Sang suami sudah menjadi salah satu pengusaha sukses di
negerinya. Sang istri memiliki butik yang dikenal sampai ke mancanegara. Hanya
satu hal yang tak berubah. Penghuni rumah mereka tak kunjung bertambah.
Berbagai
cara telah dilakukan demi terwujudnya keinginan memiliki anak. Namun tak ada
satu pun yang membuahkan hasil. Sang suami mulai uring-uringan, tak jarang
mengacuhkan sang istri. Dia menyalahkan istrinya yang tak mampu memberinya
anak. Sebaliknya sang istri menuduh suaminya yang mandul. Kini hari-hari mereka
dilalui dengan dingin. Pertengkaran demi pertengkaran menghiasi rumah mereka
yang laksana istana. Tak ada lagi bopongan sang suami sebelum bekerja. Tak ada
lagi sang istri yang menyambut kepulangan sang suami. Akhirnya, pernikahan
mereka berujung di pengadilan agama dengan perceraian.
Lain
cerita lagi, ada seorang pemuda tampan yang masih duduk di bangku kuliah.
Pemuda ini sangat ingin memiliki sebuah mobil, seperti teman-temannya yang
lain. Setiap hari dia hanya dapat memandang iri teman-temannya yang datang dan pergi
ke kampus mengendarai mobil. Sedangkan dia, untuk mencapai kampusnya, harus
rela berpindah dari satu kendaraan ke kendaraan yang lain. Berdesak-desakan di
bus bersama penumpang yang lain. Berebut tempat di angkot, sampai kejar-kejaran
dengan kereta. Namun keinginannya memiliki mobil ini tak pernah dijembatani
dengan usaha untuk meraihnya, sekalipun dengan mengatakannya pada orang lain.
Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.
Suatu
malam, sang pemuda baru saja pulang ke rumahnya. Terkejut didapatinya sebuah
mobil terparkir rapi di garasi rumahnya, tepat di samping mobil sedan milik
ayahnya. Mobil itu cantik dan masih baru. Catnya masih mulus mengkilap. Jok
mobilnya masih rapat terbungkus plastik. Masa berakhir plat nomornya masih 5
tahun dari sekarang. Segera si pemuda bergegas ke dalam rumah, mencari sosok
ayahnya dan bertanya mobil siapa itu. Dengan seuntai senyum sang ayah menjawab,
"Itu mobil untukmu, Nak..". Betapa senang pemuda tersebut. Begitu
senangnya sampai malam itu tak dapat ia memejamkan mata, tak sabar menunggu
hari esok untuk segera menjajal mobil barunya. Kini si pemuda telah menjalani
hari-harinya bersama mobil barunya. Tak ada lagi berdesakan di bus, berebut
angkot, atau pun kejar-kejaran dengan kereta.
Suatu
ketika, Si pemuda pergi ke rumah temannya. Tak lupa ia membawa serta tunggangan
barunya. Diparkirnya mobil di pinggir jalan, tepat di depan rumah temannya.
Cukup lama si pemuda berada di rumah temannya, bersenda gurau sambil bermain
game. Tak lama kemudian si pemuda pamit pulang. Alangkah terkejutnya ketika ia
tak mendapati mobilnya berada di tempat di mana seharusnya mobilnya berada.
Mobilnya hilang! Ada
orang yang mengambilnya, dan pemuda itu tak tahu siapa, kapan, dan bagaimana
orang itu mengambil mobilnya.
Begitulah,
berbagai fenomena dapat terjadi yang semuanya bermula dari sebuah asa. Lalu apa
yang sebaiknya kita lakukan ketika asa berbuah nyata, atau sebaliknya?
http://ginanjarck.web.id
0 komentar:
Posting Komentar